Sahabat

Di suatu pagi yang cerah, Steven Clinton seorang remaja laki-laki yang baru saja menyelesaikan pekerjaan membersihkan apartemen rumahnya menghembuskan nafas dengan lega. Pekerjaan yang memakan waktu tiga jam lebih itu akhirnya selesai juga. Dia melirik jam dinding yang telah menunjukkan pukul sembilan pagi akhirnya Steven segera menuju ke kamar mandi untuk membersihkan keringat dan kotoran yang melekat pada tubuhnya.

Setelah menyelesaikan mandinya, Steven pun bersantai sejenak di teras rumahnya kebetulan hari ini cafe tempatnya bekerja sedang libur sehingga ia bisa bersantai sejenak sebelum berangkat ke kampusnya yang masuk pukul satu siang. Agar tidak tertidur Steven membuka buku pelajarannya dan mengulang kembali pelajaran yang diberikan gurunya di kampus. Sambil belajar dia menghidupkan musik melalui speaker bluetoothnya.

Dua jam telah berlalu tanpa disadari oleh Steven yang terlalu larut dalam pelajarannya. Tiba-tiba ia tersentak karena mengingat hari ini ia harus ke kampus. Steven lalu menghentikan kegiatan belajarnya dan memasukkan kembali semua buku pelajarannya kedalam tasnya. Setelah itu dia mempersiapkan segala sesuatu untuk dibawanya ke kampus. Setelah yakin telah membawa semua, Steven mematikan peralatan rumahnya yang tidak terpakai dan mengambil arloji, ponsel dan tasnya dia langsung menuju ke pintu luar. Berhenti sejenak untuk memakai sepatu, arloji setelah itu mengambil kunci mobil dan kunci rumahnya lalu meninggalkan apartemennya.

Memasuki mobilnya dan meletakkan tas, ponsel ke kursi disampingnya. Kemudian dia menutup pintu mobil, memakai sabuk pengaman dan menghidupkan mobilnya kemudian mulai berangkat ke kampusnya yang lumayan jauh. Jarak dari apartemen ke kampusnya memakan waktu satu setengah jam berbeda dengan jarak cafe tempatnya bekerja hanya membutuhkan waktu lima belas menit.

oo00oo

Sesampainya di parkiran kampus, Steven langsung memarkirkan mobilnya dan memasuki gedung kampusnya. Dalam perjalanan ke kelasnya, tiba-tiba seseorang menarik tangannya lalu berlari.

“Hei! Hei! ada apa? Kenapa tiba-tiba menarikku seperti ini?”

“……”

Tidak terdengar jawaban dari orang yang menarikku ini.

“Hei! Hillary!! Hillary! Tunggu dulu!”

Ya, seseorang yang menarik tanganku seenak perutnya itu adalah temanku sejak kecil yang biasa kupanggil Hillary. Nama lengkapnya Hillary Gerrard, dia gadis yang periang, ramah, ambisius, dan selalu berpikir positif. Gadis yang sudah menjadi temanku sejak sekolah dasar itu belum berhenti berlari dan menarikku menuju lapangan basket.

CGF5E8

Steven Clinton

CG1838

Hillary Gerrard

“Kenapa membawaku kemari? Aku sedang malas bermain basket Hillary”

“Tony, Zax dan Calvin dari Cyber University menantangmu untuk tanding basket”

“Hillary, kamu tahu aku udah lelah dengan semua pertandingan yang menyebabkan keributan itu. Lain halnya kalau mereka datang untuk berteman dan berbaikan dengan kita.”

“I know what you mean, Steve. I tried to stop them but they don’t care. Look they’re right over there.”

Aku menghela nafas panjang jika Hillary sudah berbicara dengan bahasa inggris seperti ini artinya dia benar-benar tidak bisa melakukan apa-apa lagi. Aku pun segera memasuki lapangan.

“Kita tanding satu lawan satu, Steve. Kau pasti belum mengenal kita, kan? Kita hanya pernah bertemu saat pertandingan antar kampus kita. Kenalkan aku Tony Lin, dia Zax Wang dan dia Calvin Wong”

CGC65F

Tony Lin

CG3DE2

Zax Wang

CG688B

Calvin Wong

“Kenapa kalian ingin bertanding satu lawan satu denganku?” Steven bertanya kepada ketiga pemuda di hadapannya ini.

“Kita kemari hanya ingin menguji kemampuan kita berempat” Tony menjawab pertanyaan Steven dengan santai.

“Maaf saja hari aku tidak punya waktu untuk meladeni kalian bermain-main. Aku harus memasuki kelasku karena bel sebentar lagi berbunyi”

Steven menolak dengan halus. Jujur saja dia ingin mengakhiri hal membosankan semacam rival antar sekolah yang membuatnya lelah secara fisik dan batin lalu membalikkan badannya untuk meninggalkan lapangan namun baru berjalan satu langkah sebuah suara menghentikannya.

“Kenapa? Kamu takut? Astaga tak kusangka bintang pemain basket dari Universitas Kyushu Luteran ini ternyata seorang pecundang”

Sindiran Zax Wang yang menghentikan langkah Steven meninggalkan lapangan.

“Jangan menyombongkan dirimu seolah kau yang paling hebat di dunia ini. Apa kamu pernah mendengar pepatah Diatas Gunung Ada Gunung Lagi? ” Steven membalas sidiran itu tanpa membalikkan badannya.

“Kenapa kamu bicara begitu, Zax. Tidak boleh seperti itu. Jangan lupa kita kemari dengan niat baik” Calvin memegang pundak Zax dan menegurnya agar tidak berbicara sekasar itu.

“Maaf atas ketidaksopanan Zax, Steve. Sebenarnya kami kemari untuk berteman denganmu karena kami lelah dengan semua pertandingan kita selama ini” Calvin menjelaskan dengan hati-hati

Steven membalikkan badannya kembali menghadap ketiga pemuda itu.

“Benarkah? Sebenarnya aku juga merasa begitu. Pertandingan-pertandingan kita sebelumnya benar-benar membuat aku lelah secara fisik dan batin” Steven akhirnya mengaku sambil menampakkan senyumnya yang menunjukkan bahwa ia benar-benar lelah.

“Baiklah kalau begitu bagaimana jika kita memulai pertandingannya?” tanya Calvin.

“Baiklah. Aku setuju. Kita tanding satu lawan satu. Tapi aku mengingatkan kalau ini adalah pertandingan persahabatan.”

Akhirnya Steven mengalah dan menerima tawaran Calvin. Maka pertandingan satu lawan satu pun dimulai setelah Steven mengganti pakaiannya dengan seragam basket yang selalu dia letakkan di lokernya. Dan hasilnya Steven menang telak bahkan Zax juga mengakui kehebatan Steven bermain basket.

“Selamat atas kemenanganmu, Steven. Harus kuakui kau memang sehebat yang dibicarakan

para orang-orang” Zax memberi selamat sekaligus menyalami Steven. Tindakannya diikuti oleh kedua temannya yang lain, Tony dan Calvin.

“Berarti mulai saat ini kita berempat adalah sahabat. Bagaimana? Setuju?” Tony memberi usul.

“Setuju!!!” Kami berempat menjawab bersamaan.

“Baiklah aku harus bergegas mengganti pakaianku lagi karena aku hampir terlambat untuk memasuki kelasku. Bagaimana kalau kita bertukar nomor ponsel agar memudahkan kita saling berhubungan?” tanya Steven.

“Baiklah. Kita bertukar nomor ponsel dulu.”

Akhirnya mereka bertukar nomor ponsel setelah itu Tony, Zax dan Calvin pun pamit untuk pulang.

Steven segera memasuki kamar ganti untuk pemain basket dan mengganti kembali pakaiannya setelah mengeringkan badannya yang berkeringat dengan handuk yang tersedia di lokernya. Setelah selesai berpakaian Steven segera meninggalkan kamar ganti tapi dalam perjalanan keluar Steven bertemu dengan Hillary yang menatapnya dengan senyum bahagia terukir dengan indah di bibirnya.

“Congratulation, Steven. Akhirnya keinginanmu selama ini terwujud juga. I’m so happy” Hillary memeluk Steven dengan erat.

“Yeah, You’re right. Thanks a lot, girl…” Steven balas memeluk.

“Kita hampir telat. Ayo cepat. Kita harus bergegas memasuki kelas.”

Steven melepaskan pelukannya dan menarik Hillary untuk berlari karena mereka berada di

jurusan yang sama. Setelah pertandingan itu akhirnya Steven mendapatkan 3 sahabat yang setia menemaninya dalam keadaan apapun baik saat dia marah, sedih, kecewa, atau bahagia. Steven bahagia mendapatkan sahabat yang baik seperti mereka. Steven teringat pada ucapan neneknya yang masih diingatnya sampai sekarang.

“Steven cucuku sayang, ingatlah satu hal. Jika kau memilih teman berhati-hatilah, nak. Sebab jika kau menginginkan teman itu banyak tetapi mereka bukan sahabatmu. Seorang teman berbeda dengan seorang sahabat, nak. Jika kau menginginkan sahabat yang baik, meski sulit dicari, carilah perlahan-lahan dan jika kau sudah menemukannya pertahankanlah mereka. Sahabat itu bersedia menerima dirimu apa adanya, selalu menemani dan menghubungimu. Mereka akan mendukung jika tindakanmu benar dan menegur jika kau salah.”

THE END

Leave a comment